Minggu, 10 Desember 2017

Jaringan Kabel Listrik Bawah Laut



Sistem jaringan kabel listrik bawah laut pada dasar­nya merupakan teknologi yang me­mung­kinkan penyatuan atau pengintegrasian sistem kelistrikan di suatu negara. Umumnya, sistem transimisi yang digunakan disebut dengan high voltage direct current (HVDC). HVDC atau arus tinggi yang berjenis searah tersebut, dapat membawa daya listrik yang besar dengan instrumen kawat tembaga berlilit sebagai penghantar tegangan, dan kulit pita baja sebagai pelindung kawat yang diletakkan di bawah laut, sebelum memasang kabel bawah laut harus terlebih dulu dipahami mengenai karakteristik permukaan dasar laut, kedalaman laut, pergerakan arus, arus pasang surut laut, serta perkiraan pergeseran pasir dasar laut. Yang jelas, melalui pemasangan kabel bawah laut tersebut, distribusi dan pemenuhan kebutuhan listrik di suatu daerah tidak perlu lagi dilakukan dengan membangun pembangkit di daerah tersebut. Apalagi jika kondisi sumber daya energi setempat tidak memungkinkan. Cukup dengan me­ngirim pasokan listrik melalui kabel bawah laut, maka PLN dapat memenuhi kebutuhan listrik ke suatu  daerah dari sumber utama pembangkit listrik besar yang berada di daerah lain. 

Sebenarnya jaringan kabel listrik bawah laut telah dikembangkan sejak tahun 1856, kabel bawah laut telah marak digunakan di benua Amerika, Eropa, Australia, bahkan juga Asia. Pada 1857, ada sebuah kabel bawah laut yang direntang di laut Atlantik sepanjang 2.967 kilometer. Hingga awal abad ke-20, tercatat ada sekitar 200 ribu mil kabel bawah laut di dunia. Sebagai teknologi modern, kabel bawah laut yang sebelumnya banyak dipakai untuk pengembangan telegrafi, serta komunikasi data dan internet. Kini kabel bawah laut mulai dikembangankan untuk pengembangan sistem kelistrikan. Beberapa negara menggunakan kabel bawah laut untuk melakukan ekspor daya listrik lintas negara. Salah satu negara yang memanfaatkan teknologi kabel bawah laut adalah Rusia. Ketika terjadi gempa berbuntut tsunami di Jepang pada 11 Maret 201, Rusia mengirim pasokan daya listrik ke Jepang melalui kabel bawah laut. Jepang yang ketika itu terancam pemadaman listrik akibat gempa, menerima bantuan pasokan daya listrik sebesar 6 ribu megawatt (MW) dari Rusia. Ekspor daya listrik sebesar itu dipasok melalui sambungan kabel bawah laut yang menghubungkan kedua negara tersebut.

Pemanfaatan jaringan kabel listrik bawah laut sebagai jaringan interkoneksi kelistrikan dengan tujuan memasok energi listrik, pada dasarnya sudah cukup lama dilirik oleh negara-negara maju. Pada pertengahan 2009, dua belas perusahaan asal Eropa di antaranya ABB dan Siemens, RWE dan EON, serta Lembaga Keuangan Deutsche Bank dan Munich Re, bergabung dalam sebuah konsorsium kelistrikan. Konsorsium ter­sebut melakukan pendanaan senilai 560 miliar dolar Amerika dan berencana menyuplai listrik ke Eropa dengan kabel bawah laut. Pendanaan tersebut adalah untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya mulai dari Maroko hingga Arab Saudi untuk kemudian menyuplai listrik ke Eropa melalui kabel bawah laut. Konsorsium itu akan memberikan pasokan listrik sesuai porsi masing-masing negara produsen. Diperkirakan, listrik tenaga surya tersebut dapat memenuhi sekitar 15 persen pasokan listrik untuk negara-negara di seluruh Eropa. Pihak konsorsium tersebut menyata­kan, proyek tenaga surya tersebut ditar­getkan mampu menghasilkan tenaga listrik sebesar 100 giga watts (GW) atau setara dengan 100 pembangkit tenaga listrik konvensional lainnya. Pembentukan konsorsium tersebut merupakan sebuah terobosan besar dari perusahaan-perusahaan energi global. “Untuk mengumpulkan sinar matahari kini tidak perlu lagi pergi ke Afrika Utara,”. Kerjasama yang dilakukan tersebut, pada akhirnya membuka peluang de­sentralisasi energi dari berbagai sumber melalui perusahaan-perusahaan besar di sektor energi. Kendati demikian, sempat muncul kecurigaan bahwa nantinya proyek tersebut bisa dikuasai oleh pihak  Eropa. Kendati sejumlah pro dan kontra muncul dalam proyek tersebut, tetapi yang jelas, kabel bawah laut terbukti merupakan teknologi yang dapat bermanfaat untuk mengirimkan pasokan listrik antar negara bahkan lintas benua.
 
Contoh pemanfaatan jaringan kabel listrik bawah laut yang sudah berkembang, pemanfaatannya barangkali bisa dilihat di Kanada. Selama puluhan tahun, Quebec-provinsi ter­besar secara geografis dengan populasi penduduk nomor dua terbesar di Kanada-dan Labrador-provinsi kecil di Timur Laut Kanada, telah mengekspor listrik tenaga air ke pasar di Timur Laut Amerika Serikat melalui kabel bawah laut. Bahkan, California secara berkala juga mengimpor pembangkit listrik tenaga air dari British Columbia (B.C.)provinsi paling barat di Kanada. Sebuah perusahaan transmisi yang berbasis di Vancouver juga telah mengusulkan untuk memasang kabel bawah laut di sepanjang pantai Pasifik Amerika. Tujuannya adalah untuk memasok tenaga listrik dari B.C ke California. Demikian juga di kota terbesar Kanada, Toronto yang merupakan ibukota Provinsi Ontario. Sebuah perusahaan pengembangan transmisi di Toronto, berencana memasang kabel listrik bawah laut di bawah perairan yang menghubungkan Montreal dan New York City. Tujuannya pun sama, yakni untuk memasok kebutuhan listrik melalui listrik tenaga air ke perkotaan melalui bendungan di Teluk James.

Di provinsi lain Kanada, Newfoundland di Kanada Timur, juga mengumumkan rencana keterlibatan mereka untuk memasok listrik tenaga air dari Labrador ke pasar Timur Laut Amerika melalui kabel listrik bawah laut yang dipasang di bawah dua selat sepanjang pantai Atlantik Kanada.  Tak mau ketinggalan, provinsi Manito­ba di Kanada, juga mengembang­kan ka­pasitas pembangkit listrik tenaga air di sepanjang Sungai Nelson dan Churchill, dan mereka menunjukkan minatnya untuk mengekspor listrik ke beberapa pasar Midwestern Amerika untuk beberapa waktu ke depan, juga melalui kabel bawah laut. Pada dasarnya, pengiriman daya listrik tersebut dimungkinkan melalui kabel listrik bawah laut yang dipasang di dasar sungai utara, Danau Winnipeg dan Sungai Merah. Upaya untuk memper­panjang kabel tersebut sangat potensial dilakukan melalui dasar anak sungai dan dapat memperpendek jarak lintas antarpulau hingga mencapai seluruh pelosok hulu Sungai Mississippi.

Kabel listrik bawah laut yang telah terpasang di dasar sungai Mississippi tersebut, memungkinkan untuk meng­hubung­kan beberapa kabel sejenis yang dapat mengirim listrik ke kota-kota seperti Minneapolis-St Paul, Chicago, St Louis dan Kansas City. Namun demikian, tenaga air di Manitoba yang berkapasitas sekitar 10.000 MW, hanya memungkinkan memasok 40% kebutuhan daya listrik ke Midwest, Amerika Serikat yang kebutuhannya pada 2030 mendatang diperkirakan dapat meningkat hingga sebesar 25.000 MW. Jika melihat perkembangan teknologi kabel bawah laut di Negara-negara Eropa dan Amerika, terbukti kabel bawah laut sangat berperan dalam memasok kebutuhan listrik antar pulau, antar negara, bahkan sampai lintas benua. Tak heran kalau kemudian di Indonesia sendiri  PLN berencana mengembangkan kabel bawah laut di berbagai pulau. Baik di wilayah Kepulauan Seribu, Riau dan Riau Kepulauan, Jawa-Bali, dan beberapa daerah lainnya. Melalui kabel bawah laut, distribusi jaringanlistrik ke berbagai daerah diperkirakan bisa menghemat anggaran negara hingga mencapai Rp30 miliar per tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar